Kisah Nabi Muhammad SAW sebelum wafat

Sebuah kisah pendek yang selalu membuat saya menangis begitu membacanya, meskipun telah saya baca puluhan kali…

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.”Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala nitu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”. “Tak tahulah ayahku, orang sepertinya barusekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.”Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.”Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.”Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya.”Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum – peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii!” – “Umatku, umatku, umatku” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa’alaihi wasahbihi wasallim.

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana masih banyak yang menyayangimu di dunia, tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak.

 

SAAD BIN ABI WAQQASH

Lelaki Penghuni Surga Diantara dua pilihan, Iman dan Kasih Sayang

Malam telah larut, ketika seorang pemuda bernama Sa’ad bin Abi Waqqash terbangun dari tidurnya. Baru saja ia bermimpi yang sangat mencemaskan. Ia merasa terbenam dalam kegelapan, kerongkongannya terasa sesak, nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran, keadaan sekelilingnya gelap-gulita.

Dalam keadaan yang demikian dahsyat itu, tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya dari langit yang terang-benderang. Maka dalam sekejap, berubahlah dunia yang gelap-gulita menjadi terang benderang dengan cahaya tadi. Cahaya itu menyinari seluruh rumah penjuru bumi. Bersaman dengan sinar yang cemerlang itu, Sa’ad bin Abi Waqqash melihat tiga orang lelaki, yang setelah diamati tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar bin Abi Quhafah dan Zaid bin Haritsh.

Sejak ia bermimpi yang demikian itu, mata Sa’ad bin Abi Waqqash tidak mau terpejam lagi. Kini Sa’ad bin Abi Waqqash duduk merenung untuk memikirkan arti mimpi yang baginya sangat aneh. Sampai sinar matahari mulai meninggi, rahasia mimpi yang aneh tersebut masih belum terjawab. Hatinya kini bertanya-tanya, berita apakah gerangan yang hendak saya peroleh.

Seperti biasa, di waktu pagi, Sa’ad dan ibunya selalu makan bersama-sama. Dalam menghadapi hidangan pagi ini, Sa’ad lebih banyak berdiam diri. Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Namun, mimpi semalam dirahasiakannya, tidak diceritakan kepada ibu yang sangat dicintai dan dihormatinya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cinta Sa’ad hanya untuk ibunya yang telah memelihara dirinya sejak kecil hingga dewasa dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.

Pekerjan Sa’ad adalah membuat tombak dan lembing yang diruncingkan untuk dijual kepada pemuda-pemuda Makkah yang senang berburu, meskipun ibunya terkadang melarangnya melakukan usaha ini. Ibu Sa’ad yang bernama Hamnah binti Suyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya, yaitu penyembah berhala.

Pada suatu hari tabir mimpi Sa’ad mulai terbuka, ketika Abu Bakar mendatangi Sa’ad di tempat pekerjaannya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad Saw, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad bertanya, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad Saw, dijawab oleh Abu Bakar : dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsh. Muhammad Saw, mengajak manusia menyembah Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi. Seruan ini telah mengetuk pintu hati Sa’ad untuk menemui Rasul Allah Saw, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalbu Sa’ad telah disinari cahaya iman, meskipun usianya waktu itu baru menginjak tujuh belas tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar r.a. dan Zaid bin Haritsh.

Cahaya agama Allah yang memancar ke dalam kalbu Sa’ad, sudah demikian kuat, meskipun ia mengalami ujian yang tidak ringan dalam memeluk agama Allah ini. Diantara ujian yang dirasa paling berat adalah, karena ibunya yang paling dikasihi dan disayanginya itu tidak rela ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam.

Sejak memeluk Islam, Sa’ad telah melaksanakan shalat dengan sembunyi-sembunyi di kamarnya. Sampai pada suatu saat, ketika ia sedang bersujud kepada Allah, secara tidak sengaja, ibu yang belum mendapat hidayah dari Allah ini melihatnya. Dengan nada sedikit marah, Hamnah bertanya : “Sa’ad, apakah yang sedang kau lakukan ?” Rupanya Sa’ad sedang berdialog dengan Tuhannya; ia tampak tenang dan khusyu’ sekali. Setelah selesai menunaikan Shalat, ia berbalik menghadap ibunya seraya berkata lembut. “Ibuku sayang, anakmu tadi bersujud kepada Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Mendengar jawaban anaknya, sang ibu mulai naik darah dan berkata : “Rupanya engkau telah meninggalkan agama nenek moyang kita, Tuhan Lata, Manata dan Uzza. Ibu tidak rela wahai anakku. Tinggalkanlah agama itu dan kembalilah kepada agama nenek moyang kita yang telah sekian lama kita anut”. “Wahai ibu, aku tidak dapat lagi menyekutukan Allah, Dia-lah Dzat Yang Tunggal, tiada yang setara dengan Dia, dan Muhammad adalah utusan Allah untuk seluruh umat manusia,” jawab Sa’ad. Kemarahan ibunya semakin menjadi-jadi, karena Sa’ad tetap bersikeras dengan keyakinannya yang baru ini. Oleh karena itu, Hamnah berjanji tak akan makan dan minum sampai Sa’ad kembali taat memeluk agamanya semula.

Sehari telah berlalu, ibu ini tetap tidak mau makan dan minum. Hati Sa’ad merintih melihat ibunya, tetapi keyakinanya terlalu mahal untuk dikorbankan. Sa’ad datang membujuk ibunya dengan mengajaknya makan dan minum bersama, tapi ibunya menolak dengan harapan agar Sa’ad kembali kepada agama nenek moyangnya.

Kini Sa’ad makan sendirian tanpa ditemani ibunya. Hari keduapun telah berlalu, ibunya tampak letih, wajahnya pucat-pasi dan matanya cekung, ia kelihatan lemah sekali. Tidak ada sedikitpun makanan dan minuman yang dijamahnya. Sa’ad sebagai seorang anak yang mencintai ibunya bertambah sedih dan terharu sekali melihat keadaan Hamnah yang demikian. Malam berikutnya, Sa’ad kembali membujuk ibunya,agar mau makan dan minum. Namun ibunya adalah seorang wanita yang berpendirian keras, ia tetap menolak ajakan Sa’ad untuk makan, bahkan ia kembali merayu Sa’ad agar menuruti perintahnya semula. Tetapi Sa’ad tetap pada pendiriannya, ia tak hendak menjual agama dan keimanannya kepada Allah dengan sesuatupun, sekalipun dengan nyawa ibu yang dicintainya. Imannya telah membara, cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya telah sedemikian dalam. Di depan matanya ia menyaksikan keadaan ibunya yang meluluhkan hatinya, namun dari lidahnya keluar kata-kata pasti yang membingungkan lbunya; Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda sayang, seandainya ibunda memiliki seratus nyawa lalu ia keluar satu persatu, tidaklah nanda akan meninggalkan agama ini walau ditebus dengan apa pun juga. Maka sekarang, terserah kepada ibunda, apakah ibunda akan makan atau tidak”. Kata kepastian yang diucapkan anaknya dengan tegas membuat ibu Sa’ad bin Abi Waqqash tertegun sesaat. Akhirnya ia mulai mengerti dan sadar, bahwa anaknya telah memegang teguh keyakinannya.

Untuk menghormati ibunya, Sa’ad kembali mengajaknya untuk makan dengannya, karena ibu ini telah merasakan kelaparan yang amat sangat dan ia telah memaklumi pula bahwa anak yang dicintainya tidak akan mundur setapakpun dari agama yang dianutnya, maka ibu Sa’ad mundur dari pendiriannya dan memenuhi ajakan anaknya untuk makan bersama. Alangkah gembiranya hati Sa’ad bin Abi Waqqash. Ujian iman ternyata dapat diatasinya dengan ketabahan dan memohon pertolongan Allah.

Keesokan paginya, Sa’ad pergi menuju ke rumah Nabi Saw. Sewaktu ia berada di tengah majlis Nabi Saw, turunlah firman Allah yang menyokong pendirian Sa’ad bin Abi Wadqash: “Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu; hanya kepada-Ku-lah tempat kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu turuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah tempat kembalimu. Maka Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Q.S. Luqman: 14-15)

Demikianlah, keimanan Sa’ad bin Abi Waqqash kepada Allah dan Rasul-Nya telah mendapat keridhaan Ilahi. Al-Qur’an telah mengabadikan peristiwa itu menjadi pedoman buat kaum Muslimin. Terkadang Sa’ad mencucurkan air matanya apabila ia sedang berada di dekat Nabi Saw. Ia adalah seorang sahabat Rasul Allah Saw, yang diterima amal ibadahnya dan diberi nikmat dengan doa Rasul Allah Saw, agar doanya kepada Allah dikabulkan. Apabila Sa’ad bermohon diberi kemenangan oleh Allah pastilah Allah akan mengabulkan doanya. Pada suatu hari, ketika Rasul Allah Saw, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat.

Kemudian Rasul kembali menatap kepada sahabatnya dengan berkata : “Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki dari penduduk surga”. Mendengar ucapan Rasul Allah Saw, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash.

Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqash juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang dikenal orang tentang kesatriaannya Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Dan yang kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasul Saw dengan jaminan kedua orang tua Nabi Saw. Bersabda Nabi Saw, dalam perang Uhud :”Panahlah hai Sa’ad ! Ayah-Ibuku menjadi jaminan bagimu”. Sa’ad bin Abi Waqqash, hampir selalu menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran.

Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Panglima Sa’ad bin Abi Waqqash ialah ketika ia memasuki usia delapan puluh tahun. Dalam keadaan sakit Sa’ad bin Abi Waqqash berpesan kepada para sahabatnya, agar ia dikafani dengan Jubah yang digunakannya dalam perang Badr, sebagai perang kemenangan pertama untuk kaum muslimin. Pahlawan perkasa ini telah menghembuskan nafas yang terakhir dengan meningalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para Syuhada. (BQ)

 

Misteri Adzan

Adzan adalah media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap yang Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad saw. Adzan juga merupakan panggilan shalat kepada umat Islam, yang terus bergema di seluruh dunia lima kali setiap hari.

Betapa mengagumkan suara adzan itu, dan bagi umat Islam di seluruh dunia, adzan merupakan sebuah fakta yang telah mapan. Indonesia misalnya, sebagai sebuah negara terdiri dari ribuan pulau dan dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

1 . Kalimat Penyeru Yang Mengandung “Kekuatan Supranatural”
Ketika azan berkumandang, kaum yang bukan sekedar muslim, tetapi juga beriman, bergegas meninggalkan seluruh aktivitas duniawi dan bersegera menuju masjid untuk menunaikan salat berjamaah. Simpul-simpul kesadaran psiko-religius dalam otak mereka mendadak bergetar hebat, terhubung secara simultan, dan dengan totalitas kesadaran seorang hamba (abdi) mereka bersimpuh, luruh dalam kesyahduan ibadah shalat berjamaah.

2. Asal Mula Yang Menakjubkan:
Pada jaman dulu, Rasulullah Saw. kebingungan untuk menyampaikan saat waktu shalat tiba kepada seluruh umatnya. Maka dicarilah berbagai cara. Ada yang mengusulkan untuk mengibarkan bendera pas waktu shalat itu tiba, ada yang usul untuk menyalakan api di atas bukit, meniup terompet, dan bahkan membunyikan lonceng. Tetapi semuanya dianggap kurang pas dan kurang cocok.

Adalah Abdullah bin Zaid yang bermimpi bertemu dengan seseorang yang memberitahunya untuk mengumandangkan adzan dengan menyerukan lafaz-lafaz adzan yang sudah kita ketahui sekarang. Mimpi itu disampaikan Abdullah bin Zaid kepada Rasulullah Saw. Umar bin Khathab yang sedang berada di rumah mendengar suara itu. Ia langsung keluar sambil menarik jubahnya dan berkata: ”Demi Tuhan Yang mengutusmu dengan Hak, ya Rasulullah, aku benar-benar melihat seperti yang ia lihat (di dalam mimpi). Lalu Rasulullah bersabda: ”Segala puji bagimu.” yang kemudian Rasulullah menyetujuinya untuk menggunakan lafaz-lafaz adzan itu untuk menyerukan panggilan shalat.

3. Adzan Senantiasa Ada Saat Peristiwa2 Penting:
Adzan Digunakan islam untuk memanggil Umat untuk Melaksanakan shalat. Selain itu adzan juga dikumandangkan disaat-saat Penting. Ketika lahirnya seorang Bayi, ketika Peristiwa besar .

Peristiwa besar yang dimaksud adalah
– Fathu Makah : Pembebasan Mekkah merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8 H, dimana Muhammad beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kemudian menguasai Mekkah secara keseluruhan, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka’bah. Lalu Bilal Mengumandangkan Adzan Diatas Ka’bah

– Perebutan kekuasaan Konstatinopel : Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Ottoman, mengakhiri Kekaisaran Romawi Timur. lalu beberapa perajurit ottoman masuk kedalam Ramapsan terbesar Mereka Sofia..lalu mengumandangkan adzan disana sebagai tanda kemenagan meraka.

4. Adzan Sudah Miliyaran kali Dikumandangkan:
Sejak pertama dikumandangkan sampai saat ini mungkin sudah sekitar 1500 tahunan lebih adzan dikumandangkan. Anggaplah setahun 356 hari . berarti 1500 tahun X 356 hari= 534000 dan kalikan kembali dengan jumlah umat islam yang terus bertambah tiap tahunnya. Kita anggap umat islam saat ini sekitar 2 miliyar orang dengan persentase 2 milyar umat dengan 2 juta muadzin saja. Hasilnya =
534.000 x 2.000.000 = 1.068.000.000.000 dikalikan 5 = 5.340.000.000.000

5. Adzan Ternyata Tidak Pernah Berhenti Berkumandang
Proses itu terus berlangsung dan bergerak ke arah barat kepulauan Indonesia. Perbedaan waktu antara timur dan barat pulau-pulau di Indonesia adalah satu jam. Oleh karena itu, satu jam setelah adzan selesai di Sulawesi, maka adzan segera bergema di Jakarta, disusul pula sumatra. Dan adzan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia. Burma adalah di baris berikutnya, dan dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka adzan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh. Dan begitu adzan berakhir di Bangladesh, maka ia ia telah dikumandangkan di barat India, dari Kalkuta ke Srinagar. Kemudian terus menuju Bombay dan seluruh kawasan India.

Srinagar dan Sialkot (sebuah kota di Pakistan utara) memiliki waktu adzan yang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Kota, Karachi dan Gowadar (kota di Baluchistan, sebuah provinsi di Pakistan) adalah empat puluh menit, dan dalam waktu ini, (Dawn) adzan Fajar telah terdengar di Pakistan. Sebelum berakhir di sana, ia telah dimulai di Afghanistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah satu jam. Adzan kembali terdengar selama satu jam di wilayah Hijaz al-Muqaddas (Makkah dan Madinah), Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak.

Perbedaan waktu antara Bagdad dan Iskandariyah di Mesir adalah satu jam. Adzan terus bergema di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut. Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan.

Iskandariyah dan Tripoli (ibukota Libya) terletak di lokasi waktu yang sama. Proses panggilan Adzan sehingga terus berlangsung melalui seluruh kawasan Afrika. Oleh karena itu, kumandang keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw yang dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam.

Sebelum Adzan mencapai pantai Atlantik, kumandang adzan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, adzan Ashar telah dimulai. Dan begitu adzan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul. Dan tidak lama setelah waktu Maghrib mencapai Sumatera, maka waktu adzan Isya telah dimulai di Sulawesi! Bila Muadzin di Indonesia mengumandangkan adzan Fajar, maka muadzin di Afrika mengumandangkan adzan untuk Isya